Serang – (25/11/2021) Kejahatan Seksual hari ini menjadi perbincangan hangat di setiap perguruan tinggi. Semua orang membicarakan tentang pelecehan seksual, dan ini amat menjadi sorotan terlebih untuk kaum perempuan yang sering bahkan biasa menjadi korban tindakan pelecehan seksual. Dan hampir perdiskusian perihal pelecehan seksual menjadi isu yang hangat dan diumbar dikhalayak umum serta makin banyaknya korban yang berani bersuara untuk menuntut keadilan atas peristiwa pelecehan yang dialami.

Menurut pasal 1 angka 1 Permendikbudrisetdikti tersebut, kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan yang merendahkan, menghinakan, melecehkan dan/atau menyerang tubuh dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan untuk melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.

DPC Permahi Banten menilai dari sisi yang berbeda, semenjak dikeluarkannya Keputusan Mentri Pendidikan Kebudayan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus ini dinilai bertentangan dari segala aspek penegakan terhadap kekerasan seksual, perlu adanya revisi beberapa pasal yang diduga malah menimbulkan tafsiran yang luas atau pasal karet seperti pasal 1 angka 1 dan 9, pasal 3, pasal 5 ayat 1, 2 dan 3, pasal 7 ayat 1, 11 ayat 2, pasal 12 ayat ayat 2, pasal 14 ayat 2 dan 3, pasal 16 ayat 2, pasal 19 dan pasal 23 ayat 1. Dan ini merugikan korban kekerasan atau pelecehan seksual secara hukum dan perlunya kepastian hukum terhadap korban yang mengalami tindakan tersebut.

Lalu dalam tata cara pembentukan peraturan harus mengacu pada UU Nomor 15 Tahun 2019 perubahan atas UU 12 Tahun 2011 tentang pembentukan pertauran perundang undangan pasal 7 ayat 1 mentri dengan kewenangannya yang diperintahkan UU atau peraturan perundang undangan diatasnya dan atas kewenangannya di perbolehkan membuat produk hukum yang status kedudukannya setara dengan peraturan lainnya dibawah UU dan mempunyai kekuatan hukum tetap untuk bisa dilakukan uji materil ke MA apabila bertentangan dengan aturan yang diatasnya. Sejauh ini masih sesuai dengan tata cara pembentukan peraturan perundang undangan namun disisi lain perlu kajian matang mengenai pasal pasal yang masih multitafsir sehingga dapat memberikan pandangan bias atau liar dikalangan masyarakat terutama mahasiswa.

Bahwa DPC PERMAHI Banten mendorong penuh pembentukan satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dilingkungan kampus dengan segera dan secepatnya agar ada langkah nyata. Lewat permendikbudrisetdikti tersebut harus ada tindakan tegas dari perguruan tinggi untuk melakukan pencegahan secara masif, penangan yang baik dan pemeriksaan yang menyeluruh agar tindakan ini mampu di hindari. Dengan ketentuan pasal 1 angka 14 yaitu mengenai satgas atau satuan tugas penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus, ini menjadi langkah konkrit dimana seluruh elemen kampus bersatu padu untuk katakan Tidak pada kekerasan seksual dan saling menjaga harkat dan martabat hak asasi manusia, terutama kaum perempuan yang harus dojaga dan dilindungi dari tindakan kekerasan seksual. Dan penekan terakhir di pasal 57 bahwa satuan tugas ini harus segera dibentuk minimal satu tahun terhitung semenjak peraturan ini diundangkan.