Jawa Timur – Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi X DPR RI membentuk Panitia Kerja (Panja) dalam proses memperjuangkan nasib para pendidik honorer di Indonesia.
Disisi lain, dari pihak Guru Honorer yang memiliki usia lebih dari 35 tahun membentuk sebuah gerakan bersama se Nasional. Gerakan yang dibentuk para guru honorer yang otomatis tidak dapat mengikuti seleksi CPNS dikarenakan faktor usia ini, diberi nama Gerakan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori di atas 35 tahun (GTKHNK 35+).
Guna memaksimalkan kinerja Panja Komisi X dan sinergitas bersama GTKHNK 35+ diadakan pertemuan di Kabupaten Gresik pada Senin (22/2/21).
Pertemuan ini dihadiri oleh Prof Dr Zainudin Maliki perwakilan dari anggota Komisi X yang juga Panitia Kerja fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), sedangkan dari GTKHNK 35+ diwakili oleh Yudha Aremba Ketua 1 DPP GTKHNK 35 + Nasional yang juga menjabat sebagai Ketua GTKHNK 35+ Jawa Timur.
Disampaikan oleh Prof Zainudin “Regulasi PPPK ini sama halnya dengan memberi angin segar yang tak pasti atau masyarakat umum biasanya menyebutnya PHP terhadap para guru honorer, dikarenakan yang disampaikan oleh Mendikbud inkonsisten”. ujar politisi PAN ini
Selain itu Yudha Aremba menyampaikan beberapa kesimpulan dari pertemuan ini yaitu diantaranya :
- Anggota Panja DPR RI khususnya Komisi X akan memperjuangkan guru honorer usia 35+ melalui pengangkatan ASN PNS bukan PPPK.
- Seperti yang disampaikan prof. Dr. Zainudin maliki Regulasi PPPK seperti halnya PHP terhadap honorer dikarenakan opini yang disampaikan Mendikbud tidak konsisten.
- Saat Panja melaksanakan sidang, maka akan mengundang perwakilan GTKHNK 35+ untuk menyampaikan aspirasi.
- PPPK dan PNS adalah 2 hal yang berbeda meskipun sama-sama ASN. Hal itu sudah dianalisa oleh DPR RI komisi X. Meskipun selama ini pemerintah sering menyampaikan bahwa PPPK dan PNS sama tapi mengapa menggunakan nama berbeda artinya kedua istilah itu berbeda dari semua segi.
- DPR RI beserta semua elemen setuju jika Mendikbud direshuffle dikarenakan adanya kebijakan-kebijakannya yg tidak mengedepankan skala prioritas yaitu terkait penyelesaian guru honorer dan tenaga kependidikan.
“Semoga perjuangan kita semua berbuah hasil yang kita inginkan, nasib para guru honorer menjadi lebih baik, dan para wakil rakyat yang tergabung dalam Panja Komisi X diberikan Istiqomah dama memperjuangkan nasib kami dan semua niat serta hal baik yang dilakukan diberkahi Allah”. Tutup Yudha
Kepada yg terhormat bpk nadim makrim.. Dengan keputusan bpk.. Kurang meyakinkan krn adanya pppk.. Kedepannya pppk ini sngat miris dlm sistem ini.. Guru honorer bukanlah perusahaan ataupun tenaga penddikan yg menyangkut:tu,pustakwan,pengelolah perpus yg ada diSDN,penjga sekolah dan kebersihan… Itu pun kloelihat dari tutwuri handayani kurang sesuai untuk masa depan anak bangsa.. Harus dihargai karya ciptanya dengan penghargaan sbg pendidik, andaikan p. Nadim sperti kita ini apakah mau p. Nadim seperti kita.. Mestinya jelas gk mau..p. nadim tanpa ada pembimbing p. Nadim tdk akan bs menjadi IT computerisasi dan sbg mentri.. Coba bpk bs direnungkan sekali lagi.. Kita pedoman pada “Pacasila” dan UUD 1945 bpk… Tolonglah nasib kami bpk nadim hanya Allah lah yg punya kuasa didunia ini.. Kita hidup tdk bisa2 apa2 bantulah yg sdh bertahun2 mengabdi..ini ada pepatah bpk” barang siapa yg menanam kebaikan didunia ini pasti kmbalinya ke diri sendiri untuk kebaikan” istilah lain” kita menanam jagung tdk akan tumbuh padi” bpk nadim… Smua pendidikan menurut sejarahnya ki. Hajar dewantara… Smua yg pernah mengabdi ahrnya dikasik penghargaan yg layak…Negara yg sdh maju pesat biasanya negara yg rakyat sdh bener2 makmur…ini menurut secara global kita berpikir…ok smentra cukup sikan sbuah PR… Untuk para penjabat pemerintah… Trimakasih…