LAMPUNG – Ketua Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (HEBITREN) Lampung, Gus Hasan Erreza, melayangkan kecaman dan kritik tajam terhadap program investigasi Xpose Uncensored Tran7 yang tayang pada 13 Oktober 2025. Program tersebut dinilai telah melakukan peliputan yang tidak berimbang, penuh prasangka, dan menyamakan praktik pendidikan serta kemandirian di pondok pesantren dengan tindakan “perbudakan modern”.
Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor HEBITREN Lampung, Selasa (14/10/2025), Gus Hasan dengan suara berwibawa namun penuh emosi menyatakan kekecewaannya yang mendalam.
“Ini bukan jurnalisme, ini adalah bentuk ghibah massal yang disiarkan secara nasional. Program Xpose Uncensored telah mengorbankan nilai-nilai kebenaran demi sensasi dan rating,” tegas Gus Hasan.
Dia menuding program tersebut hanya menampilkan narasi sepihak dari segelintir orang yang disebutnya sebagai “oknum” dengan niat tidak baik, sementara mengabaikan suara ribaan santri, kiai, dan alumni yang merasakan manfaat besar dari kehidupan pesantren.
“Yang mereka sebut ‘kerja paksa’ adalah bagian dari pendidikan kemandirian, kedisiplinan, dan ketangguhan. Di pesantren, kami mengajarkan santri untuk bercocok tanam, beternak, dan mengelola usaha kecil. Itu adalah bekal hidup yang nyata, bukan untuk memperkaya kiai, tetapi untuk memandirikan santri. Menyebutnya perbudakan adalah sebuah kebodohan dan pelecehan terhadap nilai-nilai luhur pendidikan Islam,” paparnya dengan nada tinggi.
Gus Hasan juga mempertanyakan timing dan motif di balik pemberitaan ini. Dia menduga ada agenda tertentu untuk mendiskreditkan pondok pesantren sebagai salah satu institusi pendidikan dan ekonomi umat yang tangguh.
“Di saat pesantren menjadi garda terdepan dalam menanggulangi kemiskinan, mengentaskan pengangguran, dan membentuk karakter bangsa, tiba-tiba muncul program yang menusuk dari belakang. Ini sangat mencurigakan. Apakah ini bagian dari upaya untuk melemahkan perekonomian umat yang justru tumbuh subur dari pesantren?” tanyanya retoris.
Sebagai Ketua HEBITREN Lampung yang membawahi ratusan pesantren dengan puluhan ribu santri, Gus Hasan menuntut beberapa hal:
1. Permintaan Maaf Publik dari stasiun televisi penyiar Xpose Uncensored.
2. Ralat dan Koreksi secara menyeluruh terhadap episode tersebut dan menayangkan narasi yang berimbang tentang kehidupan pesantren.
3. Tindakan Tegas dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap program tersebut karena dinilai telah melanggar kode etik penyiaran, terutama prinsip akurasi, keadilan, dan menghormati keyakinan agama.
“Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, kami tidak akan tinggal diam. HEBITREN Lampung, bersama ormas-ormas Islam dan pesantren se-Indonesia, akan mengambil langkah hukum dan langkah-langkah masif lainnya untuk membela martabat dan harga diri pesantren,” pungkas Gus Hasan mengancam.
Kecaman ini diperkirakan akan mendapat dukungan luas dari kalangan nahdliyin dan ormas-ormas Islam lainnya, menandai babak baru ketegangan antara media dengan komunitas pesantren








Be the first to write a comment.