Penulis : Defi Meliyana (Guru Honorer SDN 5 Metro Selatan, Kota Metro)
Agustus 26, 2021
Tidak ada kata yang tepat menggambarkan kehidupan guru honorer selain dengan kata HOROR. Yang menggelitik kemudian adalah jika faktanya MENJADI HONORER itu HOROR, mengapa lebih dari 1 juta guru honorer bertahan dengan profesinya yang tidak di hargai secara profesional ?! Seperti apa FAKTA HORORnya GURU HONORER sebenarnya ?!?
Menjadi GURU itu adalah anugerah terlepas dari timbal balik materi. Memilih menjadi GURU sesungguhnya adalah passion dan panggilan jiwa yang tidak bisa di setarakan dengan materi. Bahkan dalam setiap pribadi seorang GURU, profesi ini adalah aktualisasi pengabdian. Panggilan jiwa untuk menebarkan ilmu dan kebaikan dimanapun SANG GURU BERADA.
Namun seiring bertambahnya usia kemerdekaan Republik ini, keberadaan GURU HONORER berangsur menjadi HOROR. Pada awal bergulirnya kebijakan OTDA di dunia pendidikan tahun 2001, guru honorer berharap ada perhatian lebih dari pemerintah daerah masing-masing terkait kesejahteraan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, guru honorer terjepit dengan kekuasaan raja-raja kecil di daerahnya. Guru honorer yang di anggap tidak patuh dengan kebijakan kepala sekolah, kepala dinas, kepala daerah justeru mengalami intimidasi dan tekanan mulai dari di nol jam kan, di tahan gaji honornya, sampai di berhentikan dari tugas mengajar. Pejabat berwenang bukannya melindungi hak-hak guru honorer dan mengayomi guru honorer dalam menjalankan tupoksinya, sebaliknya mempersulit posisi guru honorer.
Pada tahun 2005 saat pertama kali regulasi dana BOS di realisasi, kembali lagi guru honorer berharap akan ada perhatian pemerintah untuk mensejahterakan guru honorer melalui pengelolaan DANA BOS. Tapi lagi dan lagi, itu hanya sebatas mimpi karena amanah pengelolaan dana BOS sangat bergantung pada komitmen dan integritas leadership di sekolah masing-masing. Dana BOS sama sekali tidak berpengaruh pada kesejahteraan guru honorer. Pada tahun 2011 ketika pengelolaan dana BOS menjadi wewenang 3 kementerian (MENKEU, MENDAGRI, MENDIKBUD) justru memperpanjang jalur birokrasi dalam hal pencairan dana BOS yang akibatnya berdampak pada masa pembayaran gaji guru honorer yangdi terima per 3 bulan sekali bahkan bisa per semester. Entah apa yang di pikirkan pemerintah dengan membuat kebijakan yang semakin mempersulit kondisi ekonomi guru honorer.
Carut marut pengelolaan dana BOS ini mencuatkan wacana merealisasikan amanat UUD 1945 pasal 31 dan UU SISDIKNAS No 20/2003 dengan prioritaskan ANGGARAN PENDIDIKAN menjadi 20% dari APBN setelah melalui proses gugatan ke MK sepanjang tahun 2005-2008 maka terealisasi tahun 2009, dengan mengultimatum pemerintah agar 20% APBN untuk dunia pendidikan. ada secercah harapan bagi guru honorer untuk memperoleh gaji honor yang layak bagi kemanusiaan yang adil dan beradab demi kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tapi lagi dan lagi, guru honorer terpaksa menelan kekecewaan yang dalam. Alih-alih terpukau dengan nominal trilyunan anggaran pendidikan, namun kesejahteraan guru honorer tidak tersentuh jua. Setelah satu dekade bergulirnya anggaran pendidikan 20% tahun 2019 saat terpilihnya Mendikbud baru kembali semangat honorer bergejolak. Guru honorer sangat berharap teriakan merdeka pendidikan, merdeka sekolah, merdeka belajar maka di ikuti dengan merdeka guru honorer. Yaaaa harapan itu terus di pupuk oleh guru honorer, karena bagi guru totalitas, loyalitas dan dedikasi pada dunia pendidikan di atas segalanya.
Tapi inilah negeri kita, semua sektor kehidupan di politisasi. Negeri ini sesungguhnya tidak benar-benar MERDEKA. Negeri ini tidak melawan penjajah kolonialisasi namun musuh negeri ini adalah bangsanya sendiri yang mengkhianati amanat UUD 1945. Penguasa negeri ini MENJABAT TAPI TIDAK BERMARTABAT, BERKUASA TAPI TIDAK BERASA.
Seandainya mau menengok sejenak kehidupan guru honorer se-nusantara, bagaimana tulusnya mengabdi di sekolah-sekolah milik pemerintah, meski hanya di gaji 100rb rupiah per bulan yang di terimanya pun tiga bulan sekali. Berpikirlah pemerintah, bagaimana guru honorer bertahan hidup sebelum menerima gajinya, bagaimana guru honorer menghidupi sanak keluarganya. Guru honorer harus memutar otak untuk mencari penghasilan tambahan setelah pulang dari sekolah dengab beragam profesi. Jika saja pemerintah peduli, lihatlah bagaimana guru honorer di perlakukan di sekolah- sekolah, sangat tidak adil. Guru honorer hanya di beri beban jam nengajar yang tersisa dari guru ASN, namun faktanya guru honorer mengajar lebih dari jam yang tertera di SK nya. Dan apakah ada uang tambahan tanda terima kasih untuk guru honerer, TENTU SAJA TIDAK. Guru honorer memang pantas untuk jadi jadi pekerja rodi di sekolah-sekolah. Padahal jika di uji profesionalismenya guru honore banyak yang berprestasi melebihi guru ASN Bersertifikasi. Guru honorer tidak punya hak suara berpendapat, jika ada yang berani bicara maka konsekuensinya bisa di pecat. Dunia pendidikan Indonesia memang mengalami degradasi kualitas, sangat tidak sebanding signifikan dengan anggaran pendidikan nya yang besar. Namun ini bukan kesalahan guru honorer yang tidak berkualitas. Fakta guru honorer Indonesia berkualitas itu sangat terang meski selalu di abaikan. Logika saja, jika kesejahteraan guru honorer saja di bawah standar kelayakan, bagaimanakah bisa guru honorer maksimal dalam bekerja menunaikan tupoksinya?!? Lalu bagaimana peranan guru ASN ?!? yang katanya profesional dan berkualitas dengan SERDIK dan SERTIFIKASI yang melekat pada guru ASN. Ada yang salah dalam.dunia pendidikan negeri ini, karena tidak ada rambu-rambu yang tegas dalam hal tata kelola pendidikan yang seharusnya menjadi acuan utama bagi siapapun pemerintah yang berkuasa. Adakah blue print tata kelola pendidikan Indonesia ?!? Adakah grand design untuk dunia pendidikan Indonesia ?!? Adakah kajian akademis dari setiap kebijakan dan regulasi yang di berlakukan oleh pemerintah?!? TIDAK ADA semua itu, maka seperti inilah dunia pendidikan yang buta menuju jalan peradaban.
Perlakuan pemerintah terhadap guru honorer yang selalu di politisasi di tahun-tahun politik dengan janji-janji manis, sungguh menciderai martabat guru dan marwah pendidikan. Dimana letak kemuliaan seorang GURU, jika negara ini saja tidak peduli dengan kesejahteraan dan martabat guru honorer. Miris rasanya berteriak MERDEKAAAA, faktanya bangsa ini di jajah oleh bangsanya sendiri. Guru honorer tertindas, ditindas di dalam komunitasnya sendiri yaitu dunia pendidikan Indonesia. Apa artinya Kemerdekaan 76 tahun jika untuk mengelola guru honorer saja pemerintah selalu gagal.
Wacana rekruitmen 1 juta guru ASN PPPK tahun 2021 ini pun tidak mampu menyelesaikan tata kelola guru honorer. Begitu banyak aturan yang mempersulit guru honorer agar terekruit di dalamnya. Apakah ini sengaja atau bagaimana ?! Hanya pemerintah yang bisa menjawabnya. Jika saja ada itikad baik dari pemerintah untuk duduk bersama guru honorer Indonesia, maka persoalan ini tidak akan berlarut-larut. Jika memang butuh data valid guru honorer yang selalu di jadiksn alasaan pemerintah untuk menunda penyelesaian guru honorer ini, maka jadi pertanyaan besar adalah APA GUNANYA DAPODIK KEMENDIKBUD yang di selalu di update dan di sinkron oleh guru honorer ?!? Apakah memang sekacau dan serumit ini DAPODIK sampai tidak terdeteksi lagi, berapa jumlah guru honorer seIndonesia ?! Berapa sekolah yang kekurangan guru ?!? Guru Mapel apa saja yang dibutuhkan sekolah ?!? Berapa tahun lamanya pengabdian setiap guru honorer ?!? Berapa usia guru honorer yang nyaris pensiun tapi masih saja honorer ?!
Apa yang salah dengan SISTEM DAPODIK KEMENDIKBUD ?!? APA SALAH GURU HONORER hingga di PING Pong nasibnya begini ?!? Kecanggihan teknologi sedahsyat apapun tidak akan pernah mampu menggantikan FIGUR GURU DALAM KELAS. Guru tidak bisa di standar dengan 1 kompetensi saja. Guru harus memiliki 4 kompetensi yang saling mendukung dalam proses KBM dan kompetensi guru itu tidak bisa digantikan dengan TEKNOLOGI.
Dunia pendidikan adalah gerbang revolusi dan peradaban dimana guru adalah garda terdepannya. Sudah saatnya MERDEKA kan GURU HONORER, jangan lagi dibuat HOROR dibenturkan pada kepentingan politik. Perbaikan dunia pendidikan Indonesia adalah sebuah keniscayaan, tidak boleh terjadi pembiaran seperti saat ini. Jika tidak di mulai dari sekarang kapan lagi, dan apa yang akan di wariskan kepada generasi bangsa di masa depan. Pemerintah harus segera perbaiki dunia pendidikan di mulai dari tata kelola guru honorer pada tahun. 2021 ini, tidak bisa ditunda lagi. Indonesia Darurat pendidikan, Indonesia Darurat guru. Kembalikan marwah dunia pendidikan pada tempatnya, mulailah dengan mengembalikan MARTABAT GURU HONORER. PROFESI GURU HONORER BUKAN HOROR jika pemerintah segera bertindak menyelesaikan tata kelola guru honorer dengan skema rekruitmen ASN yang tidak berbelit yang terkesan sengaja di persulit. Merdekakan GURU HONORER DARI HOROR.
Be the first to write a comment.