Bandarlampung,- Perjuangan untuk meneguhkan nilai-nilai Islam rahmatan lil
‘alamin bukan hanya di masjid dan kampus, tetapi juga di desa, di pinggiran, dan di
kantong-kantong kemiskinan bangsa. Artinya, seluruh gerak langkah kader PMII haruslah menebarkan rahmat.

“Termasuk dalam kehidupan bermasyarakat, memperjuangkan keberpihakan pada rakyat, hingga pemberdayaan masyarakat,” ujar Prof Abdul Haris, Deputi 3 Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) saat membuka acara Pelatihan Kader Nasional XIX dengan tema “Manifesto PMII: Meneguhkan Nasionalisme dan Merawat Tradisi dalam Menjawab Tantangan Global, Kamis (7/8/2025).

Menurut Prof Abdul Haris, Islam yang di
perjuangkan bukan Islam simbolik, bukan Islam identitas belaka, tapi Islam sebagai
nilai yang membebaskan umat dari kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.

“Pelatihan Kaderisasi Nasional adalah wujud komitmen PMII dalam peng-arus-utama-an Islam rahmatan lil’ alamin, sebagai Islam yang santun,
ramah, moderat, cinta damai, toleran, dan mengapresiasi nilai-nilai luhur budaya
bangsa,” tuturnya.

Atas nama Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Prof Abdul Haris mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabati sekalian, yang terus
menunjukkan perhatian dan komitmen dalam semangat kaderisasi, menjadi insan
nasionalis dalam menjawab tantangan global di tengah arus modernisme yang
semakin masif.

“Alangkah bahagianya saya bisa berdiri dalam forum ini, di tengah para intelektual
muda, kader pergerakan, dan pelanjut estafet perjuangan Islam Ahlussunnah wal
Jamaah an-Nahdliyyah,” katanya.

Lebih jauh Prof Abdul Haris berkata, di tengah tantangan zaman yang begitu cepat berubah, dari adanya disrupsi
teknologi, ketimpangan sosial, hingga krisis identitas kebangsaan, PMII hadir sebagai benteng moral dan intelektual yang harus mampu menjadi jawaban.

“PMII sebagai organisasi kader tentu tidak cukup hanya tumbuh secara kuantitas, namun ia harus tumbuh secara kualitas, yang mampu melahirkan kader-kader pemikir, pelaku, dan menjadi solusi di tengah persoalan yang dihadapi bangsa,” ucapnya.

Kata Prof Abdul Haris, sebagai negara besar, Indonesia terus berjuang mengentaskan kemiskinan.
Pemerintah saat ini menjalankan berbagai program prioritas diantaranya Sekolah
Rakyat, Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Cek Kesehatan Gratis, Koperasi Desa Merah Putih, hingga Program 3 Juta Rumah yang menyediakan hunian layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.

“Alhamdulillah berdasarkan berita resmi
statistik yang disampaikan BPS pada 25 Juli lalu bahwa Persentase Penduduk
Miskin turun menjadi 8,47 persen.
Namun, kita tahu bahwa pengentasan kemiskinan tidak bisa diselesaikan oleh
pemerintah saja. Untuk akselerasi, kami membutuhkan sinergi, terutama dari
kelompok intelektual muda seperti PMII. PMII harus berdiri di garda depan gerakan
yang berbasis pemberdayaan. Secara konkret, PMII dapat membangun ekosistem pemberdayaan di masyarakat yang mengaktivasi program-program pemerintah,” katanya lagi.

Sebagai kader pergerakan, ungkap Abdul Haris, PMII harus selalu mengingat dua peran strategis. Pertama, peran kritis, yaitu mengawasi dan mengingatkan agar program pemerintah tepat sasaran dan tidak melenceng dari keadilan sosial.
Peran kedua peran partisipatif, yaitu terlibat aktif dalam pengentasan kemiskinan dengan turun
langsung ke desa, berperan memajukan ekonomi lokal, hingga urun gagasan
menawarkan rumusan solutif dalam membangun model pemberdayaan masyarakat sebagai upaya pengentasan kemiskinan yang efektif.

“PMII harus menjadi mitra yang berpikir strategis, bukan hanya reaktif, sehingga PMII harus hadir di desa, di pasar, di ruang-ruang marjinal, membawa ilmu dan semangat perubahan.
Dengan semangat hubbul wathan minal iman, PMII terpanggil untuk menjadi bagian
dari gerakan nasional dalam membangun Indonesia dari pinggiran, sebagaimana
semangat Asta Cita Menuju Indonesia Emas 2045. PMII harus mampu menjadi
jembatan antara kampus dan masyarakat, antara ide dan tindakan. Di sinilah peran
kader PMII dibutuhkan, mengisi ruang-ruang kosong pembangunan, tidak
ditempatkan di kursi penonton dari kejauhan,” ujarnya.

Prof Abdul Haris berharap Pelatihan Kader Nasional sebagai ruang kaderisasi
tertinggi dalam PMII, diharapkan membentuk sahabat-sahabati sebagai engine of change, pemikir strategis, dan penggerak sosial. Maka dari itu, ikuti proses ini dengan sungguh-sungguh, buka hati, dan lapangkan pikiran.

Jangan hanya belajar untuk tahu, tapi belajarlah untuk bertindak dan mengabdi.
Ingatlah selalu tri motto PMII: Dzikir, Fikir, dan Amal Sholeh. Tiga nilai ini harus
membumi dalam setiap gerak langkah kita. Kita berdzikir agar hati tetap terpaut pada
Allah, kita berfikir agar intelektual kita terus hidup, dan kita beramal sholeh agar hidup
kita bermanfaat bagi sesama.
Akhir kata, saya berharap kader-kader PMII yang lahir dari pelatihan ini akan tampil
sebagai pemimpin masa depan bangsa, yang berani, bijaksana, berpikir strategis, dan berpihak pada rakyat kecil,” tutupnya.