Serang – (20/12/2021) Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, nakmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1495 perlu penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Bahwa para penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan dan komisi pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai lembaga yang menangani perkara tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan sinergitasnya agar berdaya guna dan berhasil guna tepatnya untuk asas kesetaraan kewenangan dan perlindungan hak asasi manusia. Kemudian perlunya strategi pencegahan yang tersistematis dan komprehensif serta tetap mengedepankan penghormatan terhadap hak asasi manusia tanpa mengabaikan harkat dan martabat manusia sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.

Sesuai amanat UU 19 Tahun 2019 perubahan atas UU 30 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi, bahwa perlu adanya penegakan yang baik secara menyeluruh tanpa mengabaikan penegakan baik pelaku penyuap dan yang disuap.

Dalam hal ini terjadi penindakan yang tidak komprehensif kepada pemberi suap, penerima suap dan perantara suap serta pihak pihak lain yang terlibat dalam tindak pidana korupsi perlu di tindak semua sesuai aturan yang berlaku, namun dalam beberapa kasus ini hanya penindakan di pihak penyuap saja, pihak yang disuap tidak di tindak padahal UU Tipikor mengamanatkan agar di tindak dan tegas juga untuk pihak pihak yang terlibat tersebut.

DPC PERMAHI Banten menyayangkan adanya dua kasus tindakan korupsi mengenai dugaan suap izin pengelolaan lahan parkiran di Kota Cilegon yang menyeret beberapa pejabat setempat atas nama Inisial UDA dan pengadaan proyek atau SPK Bodong di Kota Serang menyeret atas nama Inisal AM. Perlunya perhatian bersama agar kasus korupsi ditegakan untuk pemberi suap dan penerima surat serta perantara suap.

DPC PERMAHI Banten mendorong kepada pihak kepolisian dan kejaksaan agar adanya pemeriksaan utuh dan penegakan yang menyeluruh bagi pelaku tindak pidana pemberantasan korupsi di Banten khususnya 2 kasus yang perlu diterang benderangkan agar tidak ada tebang pilih penindakannya. Padahal aturannya sudah jelas menurut, Pasal 2 Undang-undang nomor 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap menyatakan, barang siapa yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp15.000.000.