Bandar Lampung – Sidang kasus penipuan yang melibatkan Mardianto, Presiden Direktur PT Palma Pertiwi Makmur, kembali berlanjut di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Pada Senin, 12 Agustus 2024, sidang memasuki agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan Nomor Perkara: 446/Pid.B/2024/PN.TJK.

Mardianto didakwa melakukan penipuan dengan modus menawarkan kerja sama fiktif kepada Lusi Wahyuni, Direktur PT Rava Pratama Properti. Mardianto menjanjikan proyek pembangunan rumah sakit dengan syarat Lusi menyetorkan dana sebagai jaminan pekerjaan.

Proyek tersebut diklaim sebagai bagian dari kerja sama dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI melalui Memorandum of Understanding (MoU) terkait “Program Pembangunan Kawasan Sentra Produksi Pangan dan Cadangan Logistik Strategis.” Namun, belakangan diketahui bahwa MoU tersebut tidak pernah ada, dan proyek yang dijanjikan ternyata fiktif.

“MoU dengan Kementerian Pertahanan itu hanya rekayasa. Ini hanya modus yang digunakan Mardianto untuk menipu, baik secara pribadi maupun sebagai Direktur PT Palma Pertiwi Makmur, di berbagai wilayah seperti Jakarta, Indramayu, dan Jawa Timur,” ungkap Lusi Wahyuni.

Lusi juga mengungkapkan bahwa dirinya bukan satu-satunya korban. “Ada beberapa korban lainnya di luar Lampung, dengan total kerugian yang ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah,” jelasnya.

Dalam tuntutannya, JPU dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Eka Aftarini, S.H., menuntut Mardianto dengan hukuman dua tahun penjara, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani. Pertimbangan tuntutan ini didasarkan pada seberapa besar keuntungan yang diperoleh terdakwa dari aksi penipuannya.

“Kami menuntut dua tahun penjara karena mempertimbangkan keuntungan yang dinikmati terdakwa,” ujar Eka Aftarini. Selain itu, JPU juga mengacu pada keterangan saksi-saksi yang menyatakan bahwa mereka menerima manfaat dari penipuan tersebut.

Namun, Lusi Wahyuni merasa keberatan dengan tuntutan JPU. Ia menilai bahwa hukuman yang diajukan tidak sebanding dengan kerugian yang ia alami. “Kami keberatan dengan tuntutan JPU. Jaksa hanya melihat uang yang masuk ke rekening terdakwa sebesar enam puluh juta rupiah, tanpa mempertimbangkan perilaku terdakwa yang telah merugikan banyak korban di berbagai kota,” tegas Lusi, yang didampingi oleh kuasa hukumnya, Amril Nurman, S.E., S.H., M.H., dan Jonizar, S.E., S.H.

Lusi juga menjelaskan bahwa laporan kerugiannya kepada Polda Lampung mencapai Rp800 juta, dan jika ditambahkan dengan biaya operasional selama menghadapi masalah ini, total kerugian bisa mencapai Rp1,5 miliar.

Lusi dan tim kuasa hukumnya memohon kepada Ketua Majelis Hakim, Hendro Wicaksono, S.H., M.H., serta Hakim Anggota Firman Khadafi Tjindarbumi, S.H., dan Sri Wijayanti Tanjung, S.H., M.H., untuk menjatuhkan hukuman yang adil dengan mempertimbangkan seluruh aspek perbuatan terdakwa.

Sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 15 /08/24, mendatang dengan agenda pembelaan dari pihak terdakwa sebelum majelis hakim memberikan putusan.( Bust)