Dunia kesehatan dewasa ini sedang dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Sejak awal tahun 2020 yakni telah mewabahnya virus Sars-Cov 2 dan menyebabkan pandemi covid – 19 menyebar hampir keseluruh bagian dunia termasuk Indonesia. Telah tercatat bahwa terjadi peningkatan mortalitas atas pandemi covid – 19 pada awal tahun 2020. Dengan adanya pandemi tersebut Pemerintah mempunyai kewenangan khusus dan harus mengambil tindakan yang tepat dalam hal untuk mencegah dan memutus rantai penularan covid – 19.
Dengan mudahnya risiko penularan covid – 19 maka diperlukannya penanganan tegas khususnya pada sarana kesehatan medis dalam hal pengoptimalan perlindungan paramedis dalam menangani pasien covid – 19. Tidak dapat dipungkiri seiring terjadinya klaster peningkatan pasien covid -19 maka paramedis membutuhkan alat – alat yang lebih maksimal dan memumpuni untuk menangani para pasien khusus covid – 19. Dengan adanya hal tersebut maka semakin banyak alat medis yang digunakan, pun semakin banyak pula limbah yang akan dihasilkan. Jika terjadinya penambahan pemakaian alat medis maka tentunya akan terjadi penumpukan limbah medis dan dikhawatirkan akan menimbulkan ancaman kesehatan dan menimbulkan penyakit baru di lingkungan masyarakat.
Seperti yang telah terjadi di TPA Bakung wilayah Bandar Lampung pihak Polda Lampung menemukan limbah medis yang dibuang dengan tidak menggunakan prosedural yang baik. Limbah medis tersebut meliputi masker, jarum suntik, baju APD, dan infus.
Saragih selaku perwakilan dari pihak Polda Lampung bahwa berdasarkan keterangan para saksi limbah medis tersebut telah tercampur dengan limbah sampah lainnya yang terdapat di TPA Bakung, Bandar Lampung.
Pihak Polda Lampung pun tengah berupaya menyelidiki akan hal ini dan telah mendapat satu rumah sakit terduga yang melakuakn tindakan tersebut. Diduga rumah sakit merupakan rumah sakit milik swasta. Dan pada kesaksian para pemulung di daerah setempat bahwa limbah medis tersebut diangkut dan dibuang ditempat yang sudah ditentukan oleh pihak pembuang limbah tersebut. Dalam artian mulai dari pengangkutan, pembuangan, dan target akhir pembuangan limbah sudah direncanakan dengan sistematis.
Berdasarkan Lampiran I PP No. 101 Tahun 2014 bahwa Limbah medis rumah sakit sudah dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) seperti disebutkan dalam limbah medis memiliki karakteristik infeksius. Sebagaimana yang telah terlampir pada PP 101 tahun 2014 peraturan MELHK no. 56 yakni Definisi limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
Dalam persepektif bidang kesehatan yang telah dipaparkan oleh dr. Zam Zanariah, M.Kes. pada sesi Diskusi Publik 2021 BEM FH Unila, beliau menegaskan bahwa limbah medis sendiri mengandung bahan – bahan yang berbahaya, dengan adanya pembuangan limbah medis yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedurnya maka hal tersebut berpotensi menularkan penyakit. Namun perlu pembuktian secara ilmiah terkait dengan presentase penularan covid – 19 atas pembuangan limbah medis yang tidak sesuai dengan prosedurnya.
Dengan adanya pembuangan limbah medis tidak sesuai dengan prosedur tersebut ini telah menunjukan adanya kelalaian dari pihak yang berwenang dalam menertibkan pihak korporasi maupun pihak rumah sakit dalam hal penatalaksanaan limbah medis.
Akademisi Hukum Pidana, Dr. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H. menyatakan bahwa sesuai dengan UU tentang pengelolaan sampah yang dihasilkan rumah sakit, klinik, puskesmas, termasuk ke dalam sampah yang serupa dengan sampahrumah tangga.
Kasus tersebut dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana, namun sebelum memutuskan kasus tersebut sebagai tindak pidana perlu adanya upaya penyelesaian sengketa secara administratif. Jika upaya administrartif belum juga dapat menemukan titik terang maka kasus tersebut dapat termasuk dalam kategorikan sebagai suatu tindak pidana.
Dan dari mata hukum tindak pidana pun pada pasal 40 UU tentang Pengelolaan Sampah ayat (1) “ Pengelolaan sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma,standar,prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 ( empat ) tahun dan paling lama 10 ( sepuluh ) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00. ( seratus juta rupiah ) dan paling banyak Rp.5.000.000.000,00. ( lima miliar rupiah )
Secara umum Pasal 60 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) mengatur sebagai berikut “Setiap orang yang melakukan dumping limbah medis ke media lingkungan hidup lalai dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar”.
Dengan diadakannya diskusi publik ini diharapkan mahasiswa dan masyarakat umum lebih peka terhadap pertanggungjawaban pihak yang berwenang atas adanya kasus ini guna mencegah dan memutus rantai penularan covid – 19.
Be the first to write a comment.